Pertama-tama, saya menyampaikan selamat kepada Prof. Dr. Fathur Rokhman sebagai Rektor UNNES masa bakti 2018-2022. Ucapan selamat dan apresiasi yang sama juga disampaikan kepada Wakil Rektor, Pejabat di Fakultas, Jurusan, dan/atau Program Studi.
Berdasarkan observasi, pimpinan UNNES terpilih didominasi oleh generasi millennial: memiliki need for achievement dan need for affiliation tinggi (McClelland et al.,1976), akrab dengan TIK, dan memiliki visi kemajuan. Hal ini meyakinkan saya bahwa pimpinan siap membawa UNNES bertransformasi memasuki tahapan baru menuju Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
Jejak prestasi yang ditetapkan pendahulu berhasil dipertahankan bahkan dikembangkan seperti: akreditasi institusi A, jumlah prodi terakreditasi A, jumlah jurnal terakreditasi Sinta 1 dan Sinta 2, serta sejumlah prestasi membanggakan lainnya (Memorandum Rektor, 2018). Menurut pendapat saya, komitmen pimpinan, kerja keras, kerja cerdas, dan kolaborasi menjadi kunci keberhasilan Unnes meraih dan mempertahankan prestasi dan reputasi.
Rumah Ilmu
Terdapat dua gagasan yang saya sampaikan: gagasan bagi Unnes sebagai Rumah Ilmu Pengembang Peradaban dan gagasan bagi Unnes dalam mempersiapkan diri menjadi PTNBH. Gagasan yang saya sampaikan ini merupakan implikasi praktik dari hasil riset disertasi yang berjudul “Penghiliran Hasil Riset dan Inovasi Perguruan Tinggi di Indonesia”.
Deklarasi Unnes sebagai Rumah Ilmu Pengembang Peradaban merupakan visi besar yang harus dipertanggungjawabkan. Berdasarkan kompetensi utama sebagai LPTK maka Unnes selayaknya menjadi rujukan riset dan pengabdian masyarakat untuk pendidikan/pengajaran. Riset pada bidang-bidang ilmu murni menjadi penyempurna, namun riset pada bidang teknologi pendidikan seharusnya menjadikan Unnes sebagai centre of excellence.
Mengapa teknologi pendidikan memiliki peran strategis? Jawabannya karena hadirnya era disrupsi yang tidak hanya merubah namun juga menggantikan. Teknologi yang tercipta di era disrupsi menjadikan mereka yang tidak siap sebagai penonton yang pada akhirnya akan tertinggal. Secara kritis kita perlu selalu berdiskusi: bagian apa dari riset kita yang telah berkontribusi mempersiapkan sumberdaya manusia dan sumberdaya teknologi untuk menghadapi era disrupsi.
Noekent dan Utomo (2018) mengidentifikasi teknologi yang telah dan akan merubah proses bisnis perguruan tinggi: big data analytics, virtual/augmented reality (V/AR), dan kecerdasan buatan. Ketiga teknologi digunakan dan dikembangkan oleh perguruan tinggi di seluruh dunia untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan dan penelitian. Sebagai contoh, penggunaan teknologi V/AR yang menggantikan pengunaan gedung atau situasi di dunia nyata.
Teknologi V/AR menggabungkan benda virtual dua dan/atau tiga dimensi menjadi sebuah lingkungan nyata dan memproyeksikannya secara real time. Karenanya, LPTK tidak membutuhkan micro teaching room bagi mahasiswa untuk belajar mengajar karena seluruh konten pembelajaran dapat diskenariokan oleh teknologi V/AR. Mahasiswa Biologi tidak membutuhkan hewan praktik untuk mempelajari anatomi karena teknologi V/AR menghadirkan objek praktik secara visual dan interaktif.
Salah satu strategi untuk mengakselerasi riset teknologi pendidikan adalah melalui riset-riset penugasan. Sumberdaya yang dibutuhkan adalah regulasi dan sumberdaya riset. Regulasi dimulai dengan penambahan riset teknologi pendidikan dalam roadmap penelitian Unnes dengan skema permandatan dan prioritas. Dengan skema mandat dan prioritas maka akan dapat dihasilkan riset-riset teknologi pendidikan yang terukur dan dibutuhkan pengguna setiap tahunnya.
Regulasi juga meliputi mekanisme pembentukan dan fasilitasi kolaborasi riset antara akademisi-unit intermediasi-industri/pengguna. Adapun sumberdaya riset meliputi peneliti dan fasilitas riset. Salah satu kekuatan Unnes adalah Badan Pengembang TIK (BP TIK). Karenanya, agar hasil riset dapat melembaga secara langsung maka riset teknologi pendidikan dapat dikoordinir oleh BP TIK dengan dukungan peneliti dari Prodi Ilmu Komputer/Prodi Sistem Informasi. Koordinasi meliputi kolaborasi riset lintas dan multi disiplin ilmu yang melibatkan pihak internal dan eksternal perguruan tinggi.
Strategi Lain
Strategi lain adalah memastikan bahwa Unnes memiliki dosen peneliti dan tenaga kependidikan yang menguasai teknologi big data analytics, virtual/augmented reality (V/AR), dan kecerdasan buatan. Jika belum memiliki dalam jumlah cukup, maka Unnes harus merencanakannya dalam proses rekrutmen dosen /tenaga kependidikan dan/atau melalui pelatihan-pelatihan bersertifikasi.
Lebih lanjut, roadmap riset teknologi pendidikan dengan skema permandatan harus dapat dioperasionalkan hingga tugas perkuliahan dan/atau tugas akhir mahasiswa. Dengan demikian, setiap prodi akan memiliki kontribusi riset yang saling mendukung dan melengkapi. Misalnya, Prodi Ilmu Komputer untuk riset big data analytics sedangkan Prodi Manajemen untuk riset keperilakuan penggunaan TIK.
Di sisi lain, kita juga wajib menyatakan riset-riset apa saja yang tidak lagi dilakukan termasuk riset untuk skripsi, tesis, dan disertasi. Dengan demikian, visi besar sebagai Rumah Ilmu Pengembang Peradaban dapat menjadi taktik Unnes menjadi perguruan tinggi berkelas dunia.
PTNBH memiliki kewenangan akademik dan keluasan pengelolaan keuangan. Menurut Noekent, Indarti, Sitalaksmi, dan Utomo (2018), salah satu determinan keberhasilan UGM, ITB, dan IPB melakukan penghiliran hasil riset dan inovasi adalah keistimewaan sebagai PTNBH. Ketiga perguruan tinggi memisahkan struktur organisasi untuk riset dasar dan riset terapan/pengembangan. Sebagai contoh, riset dasar ITB dikelola LPPM sedangkan riset terapan/pengembangan dikelola Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan.
Ketiga perguruan tinggi juga memiliki perusahaan induk untuk mengelola aktivitas nonakademik. Sebagai contoh, PT. BLST, perusahaan induk IPB diperkirakan memiliki omzet penjualan miliaran rupiah per bulan dari unit-unit bisnis berbasis aset dan akademik. Demikian pula PT.Gamatechno milik UGM dan PT.LAPI milik ITB. Ketiga perusahaan induk tersebut berperan strategis menghilirkan hasil riset melalui aktivitas: pendirian perusahaan pemula berbasis teknologi, inkubator bisnis, pengembangan usaha, co-working spaces, perijinan, intermediasi, dan fasilitasi lainnya.
Lesson learnt ketiga PTNBH saya rangkum menjadi tiga. Pertama, terdapat struktur organisasi yang bertugas melakukan eksploitasi dan eksplorasi atau dalam teori manajemen dikenal sebagai structural ambidexterity (Gibson & Birkinshaw, 2004). Kedua, terdapat fungsi manajemen pengetahuan dan inovasi yang dijalankan oleh pimpinan hingga unit kerja terkecil yaitu memastikan terselenggaranya siklus informasi-data-pengetahuan. Ketiga, persediaan pengetahuan ketiga PTNBH selama lebih dari 50 tahun sebagai sumberdaya pendukung yang signifikan.
Sebagai penutup, saya hendak mengkampanyekan dua gagasan. Pertama, perhatian pada peran diversitas dalam pengelolaan organisasi. Diversitas dalam hal: etnis, gender, dan kompetensi keilmuan sudah saatnya menjadi standar operasional baru dalam berorganisasi. Kedua, tidak menjadikan “peringkat” sebagai tujuan utama.
Menurut Irawan (2018), peringkat yang sering kali dipersepsikan sebagai kendaraan untuk menjadi perguruan tinggi kelas dunia telah mengganggu tugas perguruan tinggi sebagai agen perubahan di wilayahnya masing-masing. Hal ini disebabkan mayoritas indikator yang digunakan hanya mengangkat nilai-nilai yang berasal dan relevan untuk perguruan tinggi dari benua tertentu. Bahwasanya, peringkat merupakan “hasil” yang niscaya diraih karena Unnes telah mendirikan rumah ilmu sebagai “proses berkelanjutan” yang menjadi amanah utama seluruh sivitas akademika Unnes.
— Vitradesie Noekent, dosen Prodi Manajemen, kandidat Doktor Ilmu Manajemen FEB UGM, peneliti Manajemen Inovasi dan Pengetahuan Perguruan Tinggi