Mobilitas, Inti Internasionalisasi Perguruan Tinggi


Mobilitas, Inti Internasionalisasi Perguruan Tinggi

SALAH satu berkah Ramadan yang saya peroleh tahun ini adalah kesempatan mengikuti konferensi Universities in the Knowledge Economy (UNIKE) di Copenhagen, Denmark. Dari perjalanan ke Nordic ini, saya mendapatkan kesempatan untuk menyusuri istana-istana megah di Denmark, menapaki jejak-jejak keberanian ksatria Vikings di Norwegia, dan mempelajari strategi pendidikan di Finlandia.

UNIKE adalah proyek penelitian berjangka 4 tahun yang menginvestigasi hubungan dinamis antara universitas dan knowledge economies di Eropa dan lingkar Asia Pasifik dengan agenda utama reformasi universitas. Proyek ini didanai oleh European Commission yang melibatkan Universitas penggagas proyek ini, yakni Aarhus University, ENS Lyon, Ljubljana University, Roehampton University, the University of Bristol dan Porto University.

Konferensi tahun ini adalah konferensi penutup di mana para peneliti (PhD dan PostDoc) mempresentasikan gagasan yang telah mereka geluti selama ini di depan pakar kajian perguruan tinggi dari seluruh dunia. Salah satu sub-tema yang dikaji adalah internasionalisasi di mana paper saya masuk dalam tema ini.

Ada tiga poin penting yang dibahas dalam tema internasionalisasi yang ingin saya bagi melalui tulisan ini, mengingat Universitas Negeri Semarang juga memiliki komitmen untuk internasionalisasi.

Mobilitas Ilmu Pengetahuan

Pertama, inti dari internasionalisasi adalah mobilitas. Namun demikian, mobilitas ini seringkali diartikan sebagai mobilitas SDM (staf maupun mahasiswa) saja. Padahal esensi dari internasionalisasi adalah mobilitas ide, ilmu pengetahuan dan program.

Penekanan pada mobilitas ilmu pengetahuan ini cukup beralasan pada praktik internasionalisasi di kampus-kampus di Eropa karena mereka memerlukan jaminan bahwa tidak ada universitas yang ‘ketinggalan’ dalam diseminasi ilmu pengetahuan. Karena kalau ada yang tertinggal, maka laju internasionalisasi akan terhambat dan memperlebar kesenjangan dan hierarki universitas yang telah ada.

Tentu saja usaha ini tidak mudah, karena hierarki universitas tampak nyata di Eropa. Misalnya, kampus-kampus di Eropa Barat (seperti Jerman, Inggris dan Belanda) memiliki reputasi riset dan sumber daya  yang lebih daripada kampus di Eropa Timur (seperti negara pecahan Yugoslavia). Untuk mengurangi kesenjangan ini, kampus-kampus di Eropa diarahkan untuk berinvestasi pada sumber pengetahuan, yakni perpustakaan. Utamanya, repositori digital jurnal ilmiah yang menawarkan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru bagi mereka yang haus ilmu.

Perpustakaan dibangun semegah mungkin untuk mengakomodasi tujuan ini, selain juga berfungsi sebagai simbol ‘rumah ilmu’ bagi kampus. Misalnya, University of Helsinki di Finlandia baru saja selesai merombak gedung perpustakaannya dengan sentuhan desain arsitektur yang menawan sehingga belajar dan membaca menjadi mengasyikkan.

Perpustakaan ini menampung lebih dari tiga juta buku cetak dan tentu saja artikel digital. Mengingat posisi strategis perpustakaan sebagai ‘rumah ilmu’ di mana ilmu baru ditawarkan dan diciptakan, tidak heran apabila investasi terbesar Thomas Jefferson, presiden Amerika yang ketiga, kala itu adalah buku dan perpustakaan.

Pendek kata, perpustakaan sebagai sumber pengetahuan merupakan sebuah konsekuensi logis dari komitmen universitas untuk memenuhi tugasnya sebagai tempat pencipta ilmu pengetahuan (knowledge production).

Kedua, internasionalisasi bukan hanya kerja sama antarbangsa (inter-national) yang seringkali dinyatakan dengan istilah kemitraan antar bangsa (international partnership), tetapi juga kerja sama antar disiplin ilmu (inter-disciplinary). Dialog antar disiplin ilmu ini akan memungkinkan munculnya ilmu pengetahuan baru (cutting-edge knowledge) yang tidak mungkin lahir dengan hanya satu perspektif atau satu disiplin ilmu saja.

Penyerbukan silang dalam ilmu pengetahuan, dalam istilah Biologi, akan memunculkan varietas baru. Misalnya seperti kajian perguruan tinggi ini. Satu disiplin ilmu tidak akan cukup untuk membantu menjelaskan fenomena transformasi dan perubahan yang dialami oleh perguruan tinggi. Mungkin bisa jika dipaksakan, tetapi ilmu baru tidak akan muncul.

Tidak heran jika di dalam forum konferensi UNIKE ini, para begawan kajian perguruan tinggi memiliki kepakaran yang sangat beragam. Antropologi, sosiologi, ilmu Bahasa (linguistik), hubungan internasional, ekonomi dan teknologi informasi adalah beberapa dari sekian disiplin ilmu yang berpadu dan memberikan perspektif segar dalam diskusi yang digelar sepanjang konferensi.

Misalnya dalam memahami fenomena ranking perguruan tinggi yang sedang marak, seperti Times Higher Education, Shanghai Jiao Tong dan mungkin yang biasa kita gunakan di Indonesia Webometrics, para UNIKE fellows menggunakan pendekatan antropologi, ekonomi politik sekaligus teknologi informasi untuk menjelaskan ranking ini.

Menarik untuk melihat fenomena bahwa ranking ini digunakan sebagai referensi untuk mendefinisikan global excellence kaitannya dengan universitas-universitas besar yang didefinisikan dan mendefinisikan dirinya dalam spasialitas ini.

Potensi Kesenjangan

Ketiga, para begawan kajian perguruan tinggi dari berbagai disiplin di konferensi ini, seperti Ove Kaj Pederson, Roger Dale, Susan Robertson, dan Jan Masschelein, juga mengingatkan bahwa internasionalisasi secara positif memang dipercaya akan berkontribusi pada transformasi dan kemajuan universitas.

Namun demikian, jika dilihat dari perspektif global, konsekuensi yang tidak diinginkan dari internasionalisasi adalah dapat memperluas kesenjangan perguruan tinggi di dunia. Dengan kata lain, perguruan tinggi yang memiliki hak istimewa seperti lokasinya di negara maju, bahasa Inggris adalah bahasa pertama, dan sumber daya yang melimpah diuntungkan dengan privilege tersebut dan cenderung memiliki reputasi yang baik.

Sebaliknya, perguruan tinggi yang berlokasi di negara berkembang, bahasa pengantar bukan bahasa Inggris, dan sumber daya terbatas akan kesulitan mengejar laju dan kompetisi global dari internasionalisasi perguruan tinggi ini. Bahkan kasus ekstrim yang dibahas di konferensi ini adalah proses internasionalisasi di Afrika. Adanya campur tangan pihak asing pada pengambilan kebijakan di Afrika memperparah kondisi perguruan tinggi yang masih berfungsi untuk membangun bangsa.

Salah satu permasalahan yang mendasari internasionalisasi selama ini adalah internasionalisasi dibayangkan sebagai sebuah jawaban dan seolah-olah menjadi satu-satunya masa depan universitas yang kekinian. Tetapi, seperti yang dijelaskan oleh Susan Wright, Pavel Zgaga dan Rui Yang, internasionalisasi adalah proses yang panjang dan berliku bahkan terkadang pahit.

Hal ini dikarenakan internasionalisasi dewasa ini bukan lagi tentang harmoni dan integrasi seperti awal praktiknya di tahun 1980an, tetapi lebih ke kecenderungan ekonomi dan pragmatis. Internasionalisasi merupakan salah satu dari sekian strategi untuk memasarkan universitas dan menjadi sumber penghasilan (revenue) bukan saja bagi kampus yang bersangkutan, tetapi juga bagi Negara tuan rumah.

Semoga Ramadan menjadi media bagi saya untuk belajar dan berpikir lebih jernih, dan menjadi momentum di mana Tuhan memaafkan segala kesalahan. Melalui tulisan ini, saya juga ingin meminta maaf: Mohon maaf lahir dan batin.

Zulfa Sakhiyya, dosen jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, kini sedang tugas belajar di University of Auckland dengan disertasi ‘internasionalisasi perguruan tinggi di Indonesia’ dan beasiswa New Zealand Scholars ASEAN Awards.

 

satu komentar pada “Mobilitas, Inti Internasionalisasi Perguruan Tinggi

  1. Gagasan yang bagus Sdr. Zulfa, mobilitas ilmu pengetahuan sebagai jatidiri internasionalisasi perguruan tinggi. Untuk berpartisipasi perguruan tinggi harus mengedepankan riset dan terus menerus memproduksi ilmu pengetahuan, arah demikian harus didukung SDM yang berkualitas, sehingga ujung ujungnya internasionalisasi perguruan tinggi akan tergantung SDM yang berkualitas. Selamat belajar Zulfa semoga sukses dan segera lulus. Selamat hari raya iedul fitri mohon maaf lahir dan batin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas:

X