TERBENTUKNYA masyarakat global nyaris menjadi keniscayaan. Meningkatnya konektivitas lintas negara membuat dunia seperti sebuah kampung kecil. Warga lintas benua bisa berkomunikasi, terhubung, tanpa kendala yang berarti.
Realitas ini dapat dipahami sebab sekaligus akibat. Sebagai sebab, kampung global akan membawa aneka konskuensi. Sebagai akibat, kampung global adalah gejala karena peristiwa pada waktu-waktu sebelumnya.
Melalui artikel singkat ini, saya akan membaca desa global sebagai sebab agar kita bisa meramalkan aneka konskuensi yang dibawanya. Ini perlu didiskusikan sebagai ikhtiar mempersiapkan pendidikan yang adapatif terhadap perubahan.
Indonesia telah merativikasi sejumlah kesepakatan regional dan internasional yang membuatnya menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia. Di tingkat regional, salah satu kesepakatan itu berupa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kesapakatan ini akan banyak mengubah pola interaksi antarwarga negara di ASEAN, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun budaya.
Aneka perubahan itulah yang semestinya diantisipasi oleh masyarakat terdidik Indonesia, salah satunya alumni Universitas Negeri Semarang (UNNES). Antisipasi dan persiapan yang memadai memungkinkan kita berkontribusi lebih besar. Bukan sekadar menjadi partisipan, tetapi sebisa mungkin menjadi pemimpin dan pemenang.
Harapan itu mengembang karena pada Kamis (13/7) lalu Unnes mewisuda 1.860 lulusan. Dari jumlah itu, ada 20 orang doktor, 220 orang magister, 1.588 sarjana, dan 32 diploma III. Mereka adalah putra-putra terbaik dari berbagai wilayah yang siap mengisi ruang-ruang sosial baru dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Sebagai masyarakat terdidik, saya menaruh harapan besar agar mereka dapat segera menemukan ruang-ruang itu. Tidak hanya dalam tingkat lokal dan nasional, tetapi ruang di tingkat regional dan global.
Masyarakat Internasional
Untuk menjadi masyarakat dunia yang aktif, memang diperlukan aneka pengetahuan dan keterampilan. Salah satu bentuknya adalah keterampilan komunikasi berupa bahasa. Selain, itu, juga diperlukan kepercayaan diri, kemampuan berkolaborasi, sekaligus berkompetisi.
Namun itu pun belum cukup. Hubungan global semacam itu mensyaratkan adanya pertukaran manfaat yang lebih besar. Setiap orang harus menawarkan manfaat kepada pihak lain agar tujuan bersama dapat diraih bersama.
Untuk itulah, UNNES mengembangkan aneka program yang memungkinkan mahasiswa bisa bersosialisasi dengan masyarakat internasional. Selain dalam bentuk pertukaran pelajar, UNNES juga mengembangkan kerja sama dalam KKN dan PPL Antarbangsa. Dengan cara itu, mahasiswa dapat menjalin relasi yang lebih luas dengan masyarakat dari berbagai negara.
Pengalaman berinteraksi dengan masyarakat dari kultur yang berbeda akan bermanfaat besar ketika diimbangi semangat mengembangkan diri. Kelak, perpaduan itu akan menghasilkan sikap, mentalitas, dan etos yang berguna bagi perkembangan inidividu, masyarakat, bangsa dan negara.
Meski memasang cita-cita besar menjadi masyarakat dunia, alumni Unnes hendaknya tetap berpijak pda nilai-nilai luhur bangsanya. Termasuk tetap menghormati orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung membantu kesuksesannya.
Dalam baju toga yang dikenakan pada hari wisuda, terdapat begitu banyak jasa orang lain yang terlibat di dalamnya. Jasa rang-orang yang terlibat itu mungkin tidak disadari. Tetapi jasa mereka mustahil dinafikan. Oleh karena itu, cita-cita dan pengabdian juga semestinya tetap membuahkan manfaat pada orang-orang di sekitar kita.
Kesuksesan menjadi bagian dari masyarakat akademik adalah sebuah kebanggan. Namun itu juga sebuah awal dari sebuah perjalanan panjang. Oleh karena itu, kesuksesan pada tahap ini eloknya diikuti dengan kesadaran untuk terus belajar.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridai setiap usaha kita.
Prof Dr Fathur Rokhman MHum, Rektor Universitas Negeri Semarang